Jumat, 19 Juni 2009

MANAJEMEN ORGANISASI DAN MANAJEMEN BUDIDAYA

MANAJEMEN ORGANISASI DAN MANAJEMEN BUDIDAYA

THE REAL COMMUNITY, FSC Biologi FMIPA UNESA

Author :

Pratama, Zakaria (Zaki Alfarizy)

BAB I
ORGANISASI DAN MANAJEMEN ORGANISASI

A. Organisasi ; Desain dan Prinsip Organisasi Fungi Study Center
 Organisasi dapat didefinisikan sebagai suatu system kegiatan yang terkoordinasi dan di bentuk dari beberapa orang atau kelompok untuk mencapai tujuan di bawah suatu kepemimpinan dan kekuasaan (Hamiazar, 2006). Suatu kepemimpinan sangat di butuhkan untuk menjalankan suatu organisasi. Tanpa kepemimpinan, organisasi dapat dikatakan premature, dan kepemimpinan tidak akan ada artinya tanpa suatu kekuasaan baik kekuasaan real maupun artificial.
 Setiap organisasi, baik itu organisasi formal maupun informal dan organisasi yang lainnya atau semacamnya memiliki suatu tujuan yang mempengaruhi desainnya. Sebagai contoh, Fungi Study Center memiliki tujuan-tujuan tertentu yang diperjuangkannya sesuai dengan idealisme organisasi tersebut; misalnya dalam budidaya jamur kayu edible yang bertujuan untuk memproduksi fruit body jamur yang melimpah sehingga mereka mendesain organisasi tersebut secara structural maupun fungsional. Sehingga didalam Fungi Study Center secara structural maupun fungsional terdapat bagian-bagian atau divisi-divisi yang menangani tugasnya seperti bagian laboratorium yang bertugas untuk memperbanyak bibit, dan lain-lain.


1. Desain Organisasi
 Dalam mendesain organisasi dapat dilakukan dalam 2 cara. Yang pertama adalah desain organisasi yang dilakukan mulai atas ke bawah. Hal ini bertujuan dimana tujuan-tujuannya merupakan dasar-dasar akan terbentuknya departemen-departemen yang berfungsi sebagai sarana untuk mencapai tujuan. System ini sangat mudah untuk dikembangkan.
 Sedangkan yang kedua adalah desain organisasi dari bawah ke atas. Desain ini bertujuan dimana inti aktifitas organisasi tersebut harus ditetapkan terlebih dahulu, system ini sangat sulit dikembangkan dan biasanya digunakan dalam organisasi / perusahaan besar yang pada umumnya kepemimpinan dibuat sebagai alat untuk mencapai tujuan para pemilik modal.


2. Prinsip-prinsip Organisasi
 Prinsip-prinsip organisasi dapat di klasifikasikan mulai fungsi-fungsi yang melekat pada organisasi; aktifitas organisasi; dan bentuk dasar organisasi (Hamiazar, 2006). Fungsi fungsi tersebut adalah fungsi-fungsi structural yang secara garis besar sebagai berikut :
a. Wewenang ; 3 sumber wewenangnya antara lain : 1) mempunyai wewenang hukum yang dilimpahkan, 2) karakteristik pribadi seperti pengetahuan teknis, 3) mendapatkan persetujuan dari orang yang dipimpin.
b. Kekuasaan ; wewenang merupakan hak untuk melakukan sesuatu sedangkan kekuasaan adalah kemampuan untuk melakukan hak tersebut.
c. Tanggungjawab.
d. Komunikasi.
e. Loyalitas seorang leader dan anggotanya.
f. Hubungan internal dan eksternal.
g. Hak dan kewajiban.
h. Anggaran dasar rumah tangga (ADART) dan kode etik yang di buat berdasarkan visi dan misi serta tujuan.
i. Sentralisai dan Desentralisasi; sentralisasi adalah wewenang dipegang oleh satu orang (pemimpin / ketua umum). Sedangkan desentralisasi, wewenang tersebut dapat dilimpahkan atau didelegasikan meluas kepada anggota dengan cara membentuk bagian-bagian yang di dikotomikan sesuai fungsinya. Dan lain-lain.


B. Manajemen Organisasi Fungi Study Center
 Definisi manajemen adalah suatu ilmu atau seni untuk mencapai suatu tujuan melalui kegiatan orang lain. Menurut Henry Fayol (1841-1925), manajemen organisasi terdiri atas : a) Perencanaan (planning), b) pengorganisasian (organizing), c) pemberian perintah (commanding), d) pengkoordinasian (coordinating), e)pengawasan atau pengendalian (controlling) (Hamiazar, 2006). Tetapi secara umum terdiri atas :
1. Planning (perencanaan)
2. Actuating (pelaksanaan)
3. Controlling
4. Evaluasi 


C. Manajemen Resiko
 Manajemen resiko dalam organisasi merupakan pengendalian atas resiko berorganisasi. Sebagai seseorang yang berkecimpung dalam organisasi harus berani mengambil resiko. Pengendalian merupakan satu kuncinya yaitu menekan resiko serendah-rendahnya dengan cara mencegah lebih dini dan jika terjadi maka kita hahus memiliki alternatife lain yang untuk mengantisipasi dampak internal dan eksternal organisasi. Maka sebelum bertindak maka kita harus menganalisisnya terlebih dahulu.
 Resiko dalam organisasi terdiri atas ; resiko yang bersifat kualitatif yaitu resiko yang tidak dapat dihitung dalam suati nilai (misalnya dengan uang) tetapi sangat terasa dalam kegiatan berorganisasi. Resiko yang kedua adalah bersifat kuantitatif yaitu dapat dikonversikan ke suatu nilai.

BAB II
BUDIDAYA DAN MANAJEMEN BUDIDAYA 
JAMUR KAYU EDIBLE


A. Latar Belakang Beragribisnis Jamur Kayu Edible
 Kekayaan alam Indonesia akan berbagai jenis jamur cukup banyak dikenal. Salah satu di antaranya jamur kayu edible. Jenis jamur ini sejak lama dikenal dan banyak dikonsumsi karena rasanya yang lezat serta nilai gizinya yang tinggi. Di habitat alaminya dapat diperoleh di hutan-hutan pada musim penghujan. Pembudidayaan jamur baru dilakukan akhir-akhir ini dan jumlah petaninya pun belum banyak. Terbatasnya jumlah petani jamur disebabkan oleh terbatasnya kemampuan dalam hal usaha pembudidayaan jamur (Wahyudi,2008).
 Jamur yang di budidayakan merupakan termasuk dalam kelompok Basidiomycetes atau makrofungi. Jamur ini membentuk tubuh buah (fruit body) yang berukuran besar dan bersifat edibel (dapat dimakan). Misalnya jamur kuping hidup secara saprofit pada kayu-kayu yang sudah lapuk atau tua. Jamur ini mempunyai kandungan protein 4,2 %, kandungan lemak berupa lemak tak jenuh 5,3 % dan kandungan seratnya 19,8% (Muchroji, 2000). Selain kandungan protein, lemak serta serat juga terdapat vitamin, mineral, serta asam-asam amino esensial. Jamur kuping dikatakan bebas kolesterol karena sterol pada tubuh buah jamur kuping bukan kolesterol melainkan ergosterol sehingga para penderita kolesterol sehingga para penderita kolesterol dapat juga menkonsumsi jamur kuping (Wahyudi,2008). Meningkatnya kebutuhan akan konsumsi jamur menyebabkan meningkatkan pula permintaan terhadap produksi tubuh buah jamur di pasaran. Untuk memenuhi permintaan pasar tidak hanya mengandalkan jamur yang tumbuh di habitat alaminya sehingga dapat diusahakan budidaya jamur.
 Budidaya jamur kayu edible menggunakan kayu gelondongan atau serbuk kayu gergajian. Kelebihan penggunaan serbuk kayu gergajian sebagai media tanam jamur antara lain mudah diperoleh dalam wujud limbah sehingga harganya relatif lebih murah, mudah dicampur dengan bahan-bahan lain pelengkap nutrien, serta mudah dibentuk dan dikondisikan (Pratama, 2009).

B. Prosedur Budidaya 

o Alat dan bahan
 Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini ialah plastik pp (polipropilen), cincin paralon, lampu spiritus, sprayer, spidol, label, penggaris, karet, pengorek kuningan, dan neraca. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini ialah serbuk kayu jati gergajian, bekatul, kapur, spiritus dan alkohol 96%.

o Cara kerja pembuatan F4 polybag
1. Penyiapan Media Tanam
a. Serbuk kayu gergajian dikomposkan dengan cara disiram lalu ditutup dengan plastik atau bisa pula tanpa di komposkan.
b. Media serbuk kayu gergajian dicampur dengan bekatul dan kapur dengan perbandingan antara serbuk kayu gergajian : bekatul : kapur yaitu 100%:30%:1%.
c. Setelah tercampur rata, bahan tersebut ditambahkan air hingga diperoleh kelembaban antara 60-70% dengan Ph 5 – 7 (dapat di ukur dengan soiltester) kemudian dimasukkan kedalam polybag.
d. Media polybag dipadatkan hingga beratnya 700 g atau sesuai dengan perencanaan.
e. Bagian atas dari polybag dipasang cincin paralon.
f. Bagian tengah media dilubangi dengan kayu untuk tempat bibit jamur yang akan diinokulasikan.
g. Menyumbat mulut polybag dengan kapas / kapuk atau hanya ditutup dengan plastik Pp atau kertas HVS bekas lalu di ikat dengan karet.
h. Membuat empat garis lurus pada sisi polybag yang saling berlawanan.
i. Media disterilkan dengan menggunakan autoklaf atau stimer.
j. Setelah media disteril, media dikeluarkan dari autoklaf dan didinginkan.

2. Penginokulasi Bibit Jamur 

a. Laminar air flow cabinet atau inkas dibersihkan dengan alkohol 96% menggunakan kain lap atau kapas.
b. Alat-alat yang akan digunakan dalam proses inokulasi bibit dibersihkan dengan alkohol 96% dan diletakkan pada laminar air flow cabinet.
c. Laminar air flow cabinet , alat –alat inokulasi dan media tanam disterilkan dengan menyalakan lampu UV selama 2 jam.
d. Kemudian, bibit F3 jamur diletakkan pada laminar air flow cabinet.
e. Proses inokulasi dilakukan dengan cara mengambil bibit F3 jamur lalu dipindahkan ke media tanam.
f. Media tanam yang sudah diinokulasi lalu dipindahkan ke ruang inkubasi sesuai dengan tata letak.

3. Pemeliharaan
a. Media yang sudah dipenuhi miselium dipindah kedalam kumbung. 
b. Menjaga suhu dan kelembaban kumbung dengan cara melakukan penyiraman setiap 3 kali sehari yaitu pada pukul 08.00, pukul 13.00, dan pukul 18.00. 
c. Polybag yang sudah dipenuhi oleh miselium diiris pada ujung bagian atasnya dengan menggunakan cutter atau yang lain.
d. Proses penyiraman dilakukan sampai produksi tubuh buah menurun. 
4. Pemanenan.
a. Tubuh buah jamur tiram merah (Pleurotus flabellatus) dipanen dengan cara mencabutnya dari media tanam.
b. Tubuh buah dibersihkan dari sisa media dan kemudian ditimbang.
c. Pemanenan dilakukan setiap 3 hari sekali dan dilakukan sampai produksi rata-rata menurun.


C. Manajemen Budidaya
1. Struktur
 Secara struktur usaha agribisnis jamur agak berbeda dengan koperasi atau pun badan-badan usaha formal dan informal lain, tetapi dari aspek agribisnis budidaya jamur dapat menggunakan sistem tersebut. Hal itu tergantung pada sang pembudidayanya. Secara sederhana, budidaya jamur di klasifikasikan berdasarkan faktor besarnya produksi dan modal.
 Pembudidaya jamur dalam skala kecil biasanya hanya sebatas usaha sampingan yang tidak membutuhkan modal yang besar. Untuk golongan tersebut, petani jamur hanya butuh tempat yang tidak terlalu luas, dan tidak memikirkan persediaan serta pembuatan bibit. Proses budidaya bisa dimulai dari pembelian bibit jamur F4 polybag/ baglog dalam plastik dan sudah dipenuhi dengan miselium jamur. Untuk menghasilkan produksi jamur, petani tersebut hanya perlu mengatur faktor-faktor yang mempengaruhi produksi tubuh buah seperti aspek kelembaban, suhu, cahaya dan lain-lain.
 Yang kedua adalah pembudidaya jamur skala menengah, yang memulai pembudidayaan dari penyediaan bibit baik dari bibit F1, F2, F3, sampai F4. tetapi dapat disesuaikan dengan cukup membeli bibit F2 kemudian memperbanyaknya ke F4. selain skill, petani jamur tersebut harus mempunyai modal yang cukup besar. Hal ini untuk pengadaan peralatan, investasi tempat, biaya produksi. Untuk proses pembuatan media F4 polybag, petani tersebut membuatnya nsesuai kebutuhan budidayanya sendiri (memenuhi isi kumbung/rumah jamur) dan tidak dapat menjual polybag dalam skala besar.
 Yang terakhir adalah pembudidaya jamur dalam skala besar. Mereka membutuhkan peralatan modern seperti autoklaf / stimer / sterilizer yang berukuran besar sehingga dapat memproduksi polybag dalam jumlah besar, pengepress polybag, mixer pencampur media tanam, labotorium, ruang persiapan, khusus inkubasi, ruang penumbuhan dan sebagainya yang membutuhkan modal investasi yang tidak sedikit. Petani tersebut dapat memproduksi tubuh buah jamur dalam jumlah besar, bibit F1, F2, F3 jamur dan bibit F4 polybag secara mandiri dan dapat diperjual.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar